Prospek Menarik dari Limbah Plastik
Thursday, 19 November 2009
Menembus pasar luar negeri, tidak harus selalu
menggunakan bahan baku yang ramah
lingkungan. Hal itu sudah dibuktikan Aswin
Aditya, dengan mengekspor produknya yang
berbahan baku merusak lingkungan, yakni limbah
plastik mulitilayer . Russanti Lubis
Ibarat makan buah simalakama. Begitulah kondisi
sampah plastik multilayer. Sebab, jika dibuang,
maka dibutuhkan waktu ratusan, ribuan, atau
bahkan jutaan tahun untuk membuatnya hancur
dan menyatu dengan tanah. Tapi, bila dipungut
dan dikumpulkan oleh para pemulung, ternyata
sampah-sampah ini ditolak oleh para pengepul.
Karena, tidak memiliki nilai jual.
Namun, seperti kata orang bijak bahwa tidak
pernah ada masalah tanpa jalan keluar. Demikian
pula dengan sampah multilayer ini. Karena, di
tangan-tangan trampil dan pemilik ide cemerlang,
salah satunya Aswin Aditya, limbah bekas
kemasan cairan pembersih rumah, peralatan
rumah tangga, baju, dan lain-lain ini, berubah
menjadi produk-produk yang tak kalah
bergunanya.
“Plastik multilayer adalah plastik yang terdiri dari
beberapa lapisan plastik lain, yang fungsinya
untuk membentuk warna-warni pada kemasan
plastik ini. Sampah semacam ini sangat sulit
dihancurkan. Karena itu, lebih baik saya
berdayakan menjadi barang-barang yang
memiliki nilai ekonomi yang sangat bagus, ” jelas
Aswin Aditya, pengrajin reusing sampah plastik
multilayer.
Aswin memulai usaha ini pada tahun 2006. Ia
memperoleh bahan bakunya dari para pemulung,
yang mengumpulkannya dari tempat
pembuangan sampah akhir di Tangerang dan
sekitarnya. “Mereka menjualnya dengan harga
Rp500,- per kilogram. Tapi, saya justru
membelinya dengan harga Rp4.000,- per
kilogram. Harapan saya, dengan awal yang baik
akan menghasilkan kelanjutan yang baik pula.
Dalam arti, dengan harga yang saya berikan,
mereka merasa senang dan lebih bersemangat
mengumpulkannya. Sedangkan saya menjadi
lebih mudah menjalankan usaha ini, ” ungkap
sarjana tenik industri dari Institut Teknologi
Indonesia, Serpong, Tangerang, ini.
Sampah-sampah ini, ia melanjutkan, ditolak oleh
para pemilik lapak/pengepul. Karena, tidak
memiliki nilai jual. “Dengan demikian tidak terjadi
‘konflik’ antara saya dengan para pengepul itu.
Selain itu, secara tidak langsung, saya
menciptakan pendapatan tambahan bagi para
pemulung saya, ” kata pria, yang dalam bisnis ini
berhubungan dengan 30−40 pemulung. Masing-
masing pemulung, secara bergelombang,
menyerahkan sampah plastik ini kepadanya
minimal sebanyak 10 kg. “Total, saya menerima
sekitar 400 kg sampah per minggu atau 1,6 ton/
bulan, ” imbuhnya.
Pada awalnya, ia menambahkan, tidak ada kriteria
khusus untuk setiap sampah plastik multilayer
yang mereka serahkan. “Tapi, itu hanya terjadi
pada bulan pertama. Dalam perkembangannya,
saya memberi pembelajaran kepada mereka
tentang mana yang boleh diambil dan mana yang
tidak boleh. Contoh, untuk kemasan yang sudah
terpotong atau bolong-bolong dan bekas
bungkus mi, sebaiknya tidak diambil. Begitu juga
dengan bekas kemasan minyak. Karena, untuk
membersihkannya dibutuhkan cairan kimia
khusus, yang dapat menimbulkan alergi, ” jelas
kelahiran Jakarta, hampir 38 tahun silam itu.
Ulasan selengkapnya dapat dibaca di Majalah
Pengusaha edisi 93/April 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar