Investasi yang Cocok untuk PNS

dikutip dari Republika, 14 Maret 2010

Assalamulaikum wr wb,
Bapak Ahmad Gozali yth,
Saya seorang PNS, 24 tahun dan alhamdulillah baru saja menikah. Hampir setiap bulan saya tidak bisa menabung. Untuk memberikan ilustrasi, saya berikan data sebagai berikut: Gaji Rp 4.400.000 per bulan; utang ke bank Rp 1.200.000; biaya hidup Rp 1.500.000; tabungan Rp 1.700.000.

Secara matematis, harusnya saya bisa menabung. Tetapi, saya menemui banyak 'biaya tak terduga' sehingga hampir-hampir tidak bisa menabung. Misalnya, biaya sewa rumah, uang SPP kampus (kebetulan saya masih kuliah). Yang ingin saya tanyakan:

1. Bagaimana untuk mengatasi 'biaya tak terduga' tersebut? Saya pernah mendengar bahwa untuk membayar biaya tak terduga, ya harus dari pendapatan tak terduga. Benarkah begitu? Masalahnya, saya tak memiliki 'pendapatan tak terduga'.

2. Saya terpikir untuk melakukan investasi, supaya bermanfaat di masa depan. Saya lalu melakukan investasi pada emas batangan yang tersedia pada Pegadaian Syariah. Ketika saya membaca suatu artikel, dituliskan membeli emas batangan bukanlah investasi tapi hanyalah sebagai alat lindung nilai. Saya menjadi bingung, betulkah? Artinya membeli emas batangan tak ubahnya seperti menabung. Kira-kira bentuk investasi apa yang cocok untuk saya?

Atas jawaban Bapak, saya ucapkan terima kasih.

Wassalamualaikum wr wb
Habib Rmd

Jawaban:

Waalaikumsalam wr wb

Pak Habib, senang sekali bisa bersilaturahim dengan Anda. Berikut yang dapat saya sampaikan untuk Anda:

1. Pengeluaran tidak terduga
Yang namanya pengeluaran tidak terduga adalah pengeluaran yang tidak dapat diprediksi besar maupun waktunya. Sedangkan pengeluaran Anda untuk membayar sewa rumah dan SPP adalah pengeluaran yang sangat jelas bisa diperhitungkan sejak jauh hari sehingga tak bisa disebut sebagai pengeluaran tidak terduga. Mungkin kedua pengeluaran tadi tidak rutin setiap bulan, sehingga Anda anggap sebagai pengeluaran tidak terduga. Kedua jenis pengeluaran ini memang tidak rutin setiap bulan, tapi pastinya akan muncul setiap semester untuk SPP dan setiap tahun untuk sewa rumah. Jumlahnya pun sudah diketahui sejak awal, walaupun mungkin ada sedikit kenaikan untuk sewa rumah.

Jadi, untuk mengelola pengeluaran seperti ini, Anda harus mengalokasikanya secara sadar dari gaji bulanan. Sayang sekali Anda tidak memberikan informasi mengenai besaran uang SPP dan sewa rumah. Sebagai contoh, SPP Anda sebesar Rp 3 juta per semester dan sewa rumah sebesar Rp 6 juta per tahun, total keduanya jadi Rp 12 juta per tahun. Anda bisa bagi pengeluaran ini menjadi pengeluaran bulanan sebesar 1 juta per bulan.

Kalau Anda bisa alokasikan tabungan Rp 1,7 juta per bulan, bagi dua alokasi ini menjadi Rp 1 juta untuk pengeluaran semesteran dan tahunan, dan 700 ribu untuk tabungan dana cadangan atau investasi. Bagaimana dengan gaji ke-13? Yang itu silakan dialokasikan untuk pengeluaran tidak rutin dengan jumlah fleksibel, seperti pengeluaran untuk hari raya atau liburan.

Pengeluaran yang tidak rutin, memang sebaiknya dialokasikan dari penghasilan yang tidak rutin. Terutama pengeluaran yang sifatnya fleksibel. Misalnya, pengeluaran untuk hari raya, liburan, hiburan, hobi dan lain-lain. Kalau memang dapat rezeki nomplok, tak ada salahnya sebagian digunakan untuk 'memanjakan' diri sendiri. Tapi, sebaiknya pengeluaran seperti ini tidak dibuat rutin karena akan membebani penghasilan rutin.

2. Investasi
Apakah membeli emas itu bisa disebut sebagai investasi atau hanya alat lindung nilai? Tergantung dari sudut pandang dalam menilai harga. Misalnya, Anda membeli emas dengan harga Rp 250.000/gram tiga tahun yang lalu, dan harganya sekarang Rp 350.000/gram. Kalau kita menilainya dari sudut pandang rupiah, jelas Anda sudah untung lumayan besar. Bisa dibilang itulah investasi.

Tapi, kalau dibandingkan dengan harga beras misalnya. Uang Rp 250.000 pada tiga tahun yang lalu bisa digunakan untuk membeli sekarung beras. Tapi sekarang, harga sekarung beras tersebut adalah Rp 350.000. Jadi, kalau Anda jual emas tadi, maka Anda hanya akan mendapat satu karung beras, sama saja dengan tiga tahun yang lalu. Tapi, kalau Anda simpan saja uangnya dalam celengan, maka uang Rp 250.000 dari tiga tahun yang lalu itu tidak cukup lagi untuk membeli sekarung beras sekarang. Itulah yang namanya lindung nilai, uang Anda jika dibelikan emas, tidak akan menurun nilainya.

Pada kenyataannya, harga emas bisa naik-turun, bisa lebih tinggi bisa juga lebih rendah dari inflasi, namun lebih sering sama dengan inflasi. Jadi, sah-sah saja menyebut emas sebagai alat lindung nilai, dan sah-sah saja menyebut emas sebagai alat untuk berinvestasi.

Saran saya, jangan menempatkan investasi dalam satu bentuk saja. Anda harus punya tabungan dan deposito untuk cadangan sampai jumlah tertentu. Kalau harga emas sedang turun, belilah emas. Tapi, kalau harganya sedang tinggi, jangan beli emas. Anda bisa beli reksadana sebagai gantinya. Tapi, kalau Anda peluang tetangga jual rumah murah karena butuh uang, tidak ada salahnya juga jual emas dan reksadana Anda dan beli rumahnya. Nanti bisa dijual lagi, atau bisa Anda tempati rumahnya sehingga tidak perlu lagi bayar sewa. Uang sewa yang sekarang, alokasikan lagi ke dalam investasi seperti tadi. Apa pun bentuknya, bagaimanapun caranya, yang penting harta Anda harus bertambah dan bertumbuh agar tidak dimakan inflasi dan cukup untuk membiayai keperluan di masa depan.

Salam,

Ahmad Gozali

Perencana Keuangan

Tidak ada komentar: